Saturday, September 21, 2024
HomeprabowoKualitas Kepemimpinan dari Rekan Senior Saya (Bagian 2)

Kualitas Kepemimpinan dari Rekan Senior Saya (Bagian 2)

LIEUTENANT GENERAL TNI (RET.) HIMAWAN SOETANTO

Salah satu nilai yang saya pelajari dari Pak Himawan Soetanto adalah bahwa seorang komandan harus dekat dengan anak buahnya. Seorang komandan harus berada di antara anak buahnya saat mereka bangun pagi hingga tidur. Seorang komandan harus memeriksa kondisi anak buahnya, mulai dari dapur mereka, kamar mandi hingga kualitas celana dalam mereka. Berkat Pak Himawan Soetanto, saya telah mengembangkan kebiasaan untuk memeriksa detail dapur dan peralatan anak buah saya. Suatu kali, saya menemukan bahwa celana dalam putih para prajurit telah berubah menjadi coklat. Saya juga menemukan bahwa dapur adalah sumber praktik korupsi terbesar. Bayangkan saja, satu kilogram daging diberikan untuk 16 orang. Di TNI, ini dikenal sebagai ‘daging tipis’ karena dagingnya sehalus pisau cukur. Sungguh tragis. Itulah beberapa hal yang saya pelajari dari kepemimpinan praktis Pak Himawan Soetanto.

Pertama kali saya mengenal Pak Himawan Soetanto adalah ketika saya bergabung di AKABRI tahun 1970. Saat itu, beliau menjabat sebagai Wakil Gubernur AKABRI yang bertanggung jawab atas pendidikan dan pelatihan. Beliau sangat terdidik. Beliau berbicara bahasa Inggris dan Belanda dengan sangat baik. Beliau bahkan bisa sedikit berbicara bahasa Jepang, yang telah dipelajarinya selama masa pendudukan Jepang di Indonesia. Beliau juga gemar membaca buku sejarah. Lagi pula, para tokoh besar yang saya kenal adalah pembaca buku yang tekun. ‘Pemimpin yang baik harus rajin membaca,’ seperti pepatah terkenal yang berlaku. Tempat tinggalnya dipenuhi oleh banyak buku. Setiap kali saya bertemu dengannya, beliau selalu membahas buku-buku dengan saya. Terkadang beliau bertanya apakah saya sudah membaca buku-buku karya B. H. Liddell Hart, seorang sejarawan strategi militer asal Inggris, atau Sun Tzu, seorang ahli strategi militer Tiongkok, dan buku-buku lainnya.

Hal lain yang mengesankan saya adalah penampilannya yang rapi. Wajahnya selalu penuh senyuman. Beliau selalu humoris, tenang namun percaya diri, dan dekat dengan anak buahnya. Beliau memiliki pengalaman bertempur yang panjang, dan itu terlihat dari sikapnya. Hal ini berbeda dengan beberapa yang tidak memiliki banyak pengalaman bertempur. Mereka cenderung dingin dan jauh dengan anak buahnya. Mereka selalu menaati aturan. Istilah kami di TNI untuk jenis tokoh ini adalah berpandangan PUD atau perwira yang berpandangan PUD. PUD adalah singkatan dari Peraturan Kedisiplinan Militer. Sementara itu, pemimpin TNI yang terbiasa berada di tengah-tengah anak buahnya biasanya lebih santai dan fleksibel. PUD diadaptasi ke kondisi di lapangan. Selain itu, saya ingat sebuah artikel dalam PUD yang menyatakan bahwa komandan satuan dapat menyesuaikan PUD dengan kondisi masing-masing satuan. Itu berarti seorang komandan memiliki wewenang besar untuk menyesuaikan peraturan berdasarkan kebutuhan dan situasi. Oleh karena itu, salah satu nilai yang saya dapat dari Pak Himawan Soetanto adalah bahwa seorang komandan harus dekat dengan anak buahnya. Komandan harus bersama mereka dari pagi hingga senja. Komandan harus memeriksa kondisi anak buahnya, mulai dari dapur, kamar mandi, semua jalan hingga celana dalam mereka. Belajar dari Pak Himawan Soetanto, saya memiliki kebiasaan memeriksa detail dapur dan peralatan. Pada suatu waktu, saya pernah menemukan bahwa celana dalam para prajurit saya menjadi coklat, bukan lagi putih. Saya juga menemukan bahwa dapur telah menjadi sumber banyak praktik korupsi. Satu kilogram daging akan dibagi antara 16 orang! Ini menjadi terkenal di TNI sebagai ‘daging tipis’, daging sehalus pisau cukur. Tragis. Itulah beberapa masalah kepemimpinan praktis yang saya pelajari dari Pak Himawan Soetanto. Letnan Jenderal Himawan Soetanto memiliki karier gemilang. Beliau menjadi inspirasi bagi banyak orang di militer. Saya sangat dekat dengannya. Saya tetap dekat dengannya bahkan setelah pensiun. Beliau adalah salah satu ment…

Article :Kepemimpinan Militer Catatan dari Pengalaman Bab I: Pemimpin Teladan TNI)

LIEUTENANT GENERAL TNI (PENSIUN) SARWO EDHIE WIBOWO

Sarwo Edhie sangat karismatik. Beliau tampan, selalu terlihat rapi. Beliau dikenal sebagai seseorang yang memimpin dari depan. Bahkan sebagai komandan Pasukan Khusus (RPKAD), beliau terlibat dalam lapangan. Beliau adalah idola para siswa, pemuda, dan idola kita, perwira muda dan taruna. Sebagai mentor saya di AKABRI, beliau sering berbagi pengalaman. Saat itu, beliau menanamkan semangat untuk tidak menyerah, semangat patriotisme. Beliau juga sempat menulis buku berjudul My Life is for the Country and the Nation. Nilai itu ditanamkan pada kami sebagai Taruna AKABRI. Patriotisme melalui cinta tanah air dan kebanggaan atas warisan leluhur kami. Itulah yang Pak Sarwo tanamkan pada kami.

Pertama kali saya bertemu dengan Jenderal Sarwo Edhie saat saya masih menjadi taruna. Beliau belum menjabat sebagai Gubernur AKABRI (sekarang AKMIL), tetapi beliau sangat terkenal. Pak Sarwo Edhie juga adalah teman dekat orangtua saya. Sebelum saya resmi menjadi tarunanya, saya telah mendengar banyak cerita tentang Pak Sarwo dari orangtua saya, bagaimana Pak Sarwo memimpin Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD, sekarang KOPASSUS) pada momen krusial Oktober 1965 selama kudeta komunis G30S/PKI. Beliau adalah tokoh karismatik. Tampan, selalu rapi. Beliau juga dikenal sebagai komandan yang memimpin operasi dari depan. Sebagai komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD, sekarang KOPASSUS), beliau masih terlibat di lapangan, sehingga beliau juga menjadi idola para taruna muda. Sebagai mentor saya di AKABRI, beliau sering menceritakan pengalaman-pengalaman. Saat itu, beliau menanamkan semangat ketekunan dan patriotisme. Beliau juga menulis buku berjudul ‘My Life is for the Country and the Nation’. Nilai itu ditanamkan pada kami sebagai Taruna AKABRI. Semangat patriotisme melalui cinta tanah air dan kebanggaan atas warisan leluhur kami, itulah semangat yang Pak Sarwo Edhie tanamkan pada kami. Setelah beliau pensiun dari dinas aktif, beliau singkatnya menjadi Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan. Untuk sementara waktu, beliau juga menjadi Ketua Badan Pengawas Internasionalisasi dan Implementasi Nilai-Nilai Pancasila (BP7). Saya ingat bagaimana beliau tetap mempertahankan sikapnya sebagai seorang prajurit. Sebagai seorang prajurit yang dikenal karena kejujuran dan integritasnya, beliau tidak meninggalkan banyak kekayaan setelah wafat. Kebetulan, dalam perjalanan hidupnya, beliau menikahkan seluruh tiga putrinya dengan lulusan AKMIL. Yang tua dengan Kolonel Infanteri Hadi Utomo, angkatan tahun 1970; yang kedua dengan Jenderal TNI Susilo Bambang Yudhoyono, angkatan tahun 1973, yang kemudian menjadi Presiden keenam Republik Indonesia; dan yang bungsu dengan Letnan Jenderal TNI Erwin Sudjono, yang kemudian menjadi Panglima KOSTRAD. Saya juga sangat mengenal ketiga perwira ini.

GRAND GENERAL TNI (PENSIUN) ABDUL HARIS NASUTION

Saya merasa sangat beruntung karena mendapatkan kesempatan luar biasa yang tidak banyak orang alami di negara ini. Itu adalah berbicara langsung dengan salah satu tokoh kunci dari generasi ’45, tokoh kunci dalam perjuangan kemerdekaan kita: Pak Nas. Saya merasa seperti menjadi seorang murid dari seorang aktor sejarah. Beliau sering berbagi pengalaman, pendapat, strategi perang gerilya, pengalaman melawan Belanda, dan banyak lagi dengan saya. Beliau juga sangat pandai dalam sejarah dan berbagai bahasa, seperti halnya tokoh-tokoh lain dari generasi ’45.

Source link

RELATED ARTICLES

Berita populer