Konferensi pers “Sulawesi Lumbung Polusi” yang digelar di Jakarta membahas kondisi krisis sosial-ekologis akibat industri smelter nikel di Sulawesi. Desakan untuk memberlakukan moratorium terhadap pembangunan dan operasional PLTU captive dibuat oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi. Para narasumber, termasuk warga sekitar PLTU, mengungkapkan dampak negatifnya seperti polusi udara, pencemaran air, dan peningkatan kasus penyakit seperti ISPA. Salah satu narasumber, Ramadhan Annas, dari Desa Ambunu, Sulawesi Tengah, menyoroti buruknya kualitas udara dan kasus ISPA yang meningkat di wilayah tersebut.
Di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, polusi dari PLTU juga mengganggu kesehatan warga dan merusak lingkungan. Walhi mencatat adanya pencemaran logam berat di sungai sekitar area industri, meningkatkan risiko kesehatan warga. Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi menyerukan revisi Perpres 112/2022 dan menghapus pengecualian terkait pembangunan PLTU industri. Mereka meminta pemerintah untuk menghentikan proyek PLTU captive yang merugikan masyarakat dan merusak lingkungan. Pentingnya pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan juga disorot dalam konferensi pers tersebut. Jika tidak ada tindakan konkret, hilirisasi nikel di Sulawesi hanya akan memperburuk krisis iklim dan menimbulkan dampak negatif yang lebih besar bagi rakyat.