Teknologi diagnosa berbasis kecerdasan buatan (AI) telah dirancang untuk memfasilitasi survei darah massal secara efisien di lapangan, terutama dalam kondisi endemis di mana pengamatan terhadap banyak eritrosit dan leukosit diperlukan. AI dapat mempercepat proses tersebut tanpa mengorbankan akurasi, menjadikannya relevan untuk diagnosis jarak jauh di daerah terpencil. Sistem ini juga dapat menyimpan pengetahuan mikroskopis untuk membantu tenaga kesehatan dengan pelatihan terbatas. Namun, pengembangan AI dalam bidang biomedis memerlukan perhatian khusus terhadap karakteristik dataset, kualitas data, pemilihan model, dan evaluasi performa yang tepat. Kolaborasi antara ahli komputasi dan peneliti biomedis diperlukan agar teknologi ini dapat diandalkan. Pemahaman atas konteks medis juga penting untuk menjadikan hasil diagnosis benar-benar bermanfaat bagi pasien. Diharapkan bahwa teknologi AI dapat menjadi mitra strategis dalam upaya pengendalian malaria nasional, dengan terus disempurnakan melalui riset kolaboratif dan uji coba lapangan yang komprehensif.