Sejumlah eksekutif perusahaan kripto memprediksi bahwa ketegangan perdagangan internasional yang meningkat dapat mempercepat adopsi kripto institusional. Menurut David Siemer, pendiri dan CEO Wave Digital Assets, ketidakpastian ekonomi historis telah mendorong minat institusional pada aset digital sebagai strategi diversifikasi. Laporan Binance juga menunjukkan bahwa Bitcoin (BTC) menunjukkan ketahanan di tengah turbulensi pasar, menyoroti potensi mata uang kripto sebagai lindung nilai terhadap gangguan geopolitik.
Saat ini, dengan saluran perbankan tradisional terjerat dalam ketegangan geopolitik, permintaan untuk solusi penyelesaian berbasis blockchain di luar jaringan perbankan koresponden konvensional semakin meningkat. Hal ini membuat protokol keuangan terdesentralisasi (DeFi) menjadi alternatif yang strategis dalam menghadapi gejolak perdagangan. Nicholas Roberts-Huntley, CEO Concrete & Glow Finance, menekankan bahwa DeFi menawarkan akses kredit yang netral dan tanpa batas, serta memberikan kesempatan bagi perintis untuk memperkuat interoperabilitas dan ketahanan terhadap penyensoran.
Meskipun begitu, Aurelie Barthere, seorang analis riset di Nansen, mengingatkan bahwa harga kripto akan terus mencerminkan pasar yang lebih luas di masa mendatang. Jika aksi jual terus berlanjut, kripto dapat berperilaku sebagai aset risiko beta yang berkorelasi dengan aset berisiko saat ini. Pada 9 April 2025, Trump menghentikan sementara penerapan sebagian tarif impor dan menaikkan pungutan atas barang-barang impor asal Tiongkok hingga 125%, yang berdampak positif pada indeks saham terbesar AS, S&P 500, yang melonjak lebih dari 8%.
Dampak dari kebijakan tersebut juga terasa pada harga spot Bitcoin dan total kapitalisasi pasar mata uang kripto yang naik sekitar 8% pada perdagangan akhir hari tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ketegangan perdagangan global dapat memainkan peran penting dalam percepatan adopsi kripto institusional dan penguatan pasar kripto secara keseluruhan.