Monday, September 16, 2024
HomeKesehatanTren Operasi Bibir Vagina Bantu Kesehatan Mental Perempuan Lebih Baik

Tren Operasi Bibir Vagina Bantu Kesehatan Mental Perempuan Lebih Baik

Tas Branded atau Vagina Desainer, Minat Wanita Mulai Beralih

Liputan6.com, Jakarta – Tas branded atau desainer bags tak dapat dipungkiri sering kali menarik minat kaum Hawa. Sebab, desainer bags diyakini dapat membuat penampilan lebih mentereng.

Meskipun begitu, akhir-akhir ini, minat para wanita mulai bergeser dari tas-tas desainer ke vagina desainer untuk meningkatkan penampilan dan kesehatan mental mereka. Hal ini telah terbukti secara ilmiah dapat membantu.

Operasi labiaplasty atau yang dikenal sebagai operasi “desain vagina”, telah mengalami peningkatan minat, terutama di AS dalam hampir satu dekade terakhir. Peningkatan sebesar 217% terjadi antara tahun 2012 dan 2017, dan 20% antara tahun 2017 hingga 2021.

Ahli bedah plastik bersertifikat dan pendiri The V Suite, Usha Rajagopal, mengkonfirmasi kepada The Post bahwa ia baru-baru ini mencatat “peningkatan yang signifikan” dalam prosedur operasi bibir vagina, yang mulai ia lakukan sejak tahun 1999.

Prosedur kosmetik ini membentuk ulang bibir vagina, menghilangkan jaringan berlebih dengan pisau bedah atau laser untuk memperpendek labia minora, membuatnya menjadi kurang menonjol dan lebih sejajar dengan labia majora.

Berdasarkan penelitian terbesar terhadap wanita yang menjalani prosedur ini, yang dipublikasikan dalam Aesthetic Surgery Journal, para peneliti menemukan bahwa operasi ini tidak hanya aman secara fisik tetapi juga dapat meningkatkan kesehatan mental wanita secara positif.

Wanita umumnya menjalani labiaplasty untuk mengatasi masalah fungsional, termasuk ketidaknyamanan saat berhubungan seks yang disebabkan oleh ukuran atau bentuk labia minora, atau masalah estetika. Namun, alasan medisnya tetap tidak jelas.

Di sisi lain, peningkatan kesehatan mental adalah hal yang pasti, kata para peneliti.

“Mempertimbangkan sejauh mana prosedur ini meningkatkan citra diri dan kehidupan seksual, dokter juga dapat memutuskan berdasarkan alasan psikologis,” simpulkan rekannya, Levente Sára, seorang profesor di Departemen Obstetri dan Ginekologi, Universitas Semmelweis.

Source link

RELATED ARTICLES

Berita populer