“Salam Sejahtera kepada Para Direksi yang Terhormat. Saya ingin menanyakan mengenai persyaratan berpakaian di RS Medistra. Beberapa waktu yang lalu, asisten saya dan juga kemarin kerabat saya mendaftar sebagai dokter umum di RS Medistra,” tulis Diani dalam suratnya.
Diani menjelaskan bahwa kedua orang tersebut mengenakan hijab. Namun, di akhir sesi wawancara, muncul pertanyaan yang mengejutkan. “Pertanyaan terkait kinerja dan RS Medistra sebagai RS internasional muncul, sehingga timbul pertanyaan apakah bersedia melepaskan hijab jika diterima.”
Diani pun tak bisa menyembunyikan rasa kecewanya atas pertanyaan yang ia anggap rasis, terlebih di sebuah rumah sakit besar dan ternama di kawasan Jakarta Selatan.
“Saya sangat menyesal jika di zaman sekarang masih ada pertanyaan rasis. Dikatakan RS Medistra berstandar internasional tetapi mengapa masih ada sikap rasis seperti itu?”
Dia menambahkan bahwa ada rumah sakit lain di Jakarta Selatan yang lebih ramai daripada RS Medistra dan memperbolehkan seluruh pegawai, baik perawat, dokter umum, maupun spesialis, mengenakan hijab tanpa masalah.
Lebih lanjut, Diani memberikan saran bahwa jika RS Medistra memang hanya untuk golongan tertentu, sebaiknya hal tersebut dituliskan dengan jelas agar tidak ada kebingungan.
“Jika RS Medistra memang RS untuk golongan tertentu, sebaiknya jelas dituliskan saja bahwa RS Medistra untuk golongan tertentu sehingga jelas siapa yang bekerja dan datang sebagai pasien.”
Diani menutup suratnya dengan mempertanyakan apakah ada standar ganda dalam aturan berpakaian di RS Medistra.
“Sangat disesalkan, dalam wawancara muncul pertanyaan yang menurut pendapat saya bersifat rasis. Apakah ada standar ganda dalam berpakaian untuk perawat, dokter umum, dokter spesialis, dan sub spesialis di RS Medistra? Terima kasih atas perhatiannya,”