Liputan6.com, Jakarta Ketua Unit Kerja Koordinasi Infeksi Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr dr Anggraini Alam SpA(K) mengatakan bahwa pertusis bisa sangat berbahaya dan mengancam nyawa jika tidak segera diobati.
Pertusis adalah penyakit akibat infeksi bakteri bernama Eksotoksin b pertussis. Penyakit ini bukanlah batuk biasa yang ringan dan bisa berlangsung selama berbulan-bulan, oleh karena itu juga dikenal sebagai batuk 100 hari.
Ketika bakteri ini menginfeksi seseorang, toksin yang dikeluarkan dalam bakteri tersebut dapat membuat saluran napas terasa lumpuh.
“Toksin yang dikeluarkan oleh bakteri tersebut membuat saluran napas menjadi lumpuh, sehingga tidak bisa mengeluarkan dahak, dan kuman menetap lebih dalam, sehingga dahak tidak bisa keluar. Bayangkan hal ini terjadi selama berbulan-bulan,” kata Anggi saat konferensi pers bersama IDAI pada Jumat, 23 Agustus 2024.
Gejala pertusis dapat dialami oleh bayi hingga orang dewasa. Pada bayi, gejala pertusis bisa berupa suara batuk yang tidak terdengar tetapi hanya suara “eeee eeee” disertai wajah yang memerah bahkan kebiruan. Pada kasus yang parah, pertusis pada bayi dapat menyebabkan berhentinya napas, pendarahan di mata, infeksi paru-paru, dan kejang akibat tekanan dari batuk yang terus-menerus.
Namun, gejala yang jelas hingga diagnosis pertusis dapat dikonfirmasi adalah ketika batuk tidak berhenti selama 3 minggu, yang biasanya membuat mayoritas penderita pertusis telah memasuki tahap yang lebih lanjut.
“Jika terdapat batuk seperti ini, dengan demam tidak terlalu tinggi, kemungkinan bisa disertai juga dengan pilek,” katanya.