Friday, November 22, 2024
HomeprabowoKEPEMIMPINAN PEMIMPIN NASIONAL INDONESIA

KEPEMIMPINAN PEMIMPIN NASIONAL INDONESIA [SULTAN HASANUDDIN]

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer Pengalaman Bab I]

Dalam ratusan tahun sejarahnya, Indonesia telah memiliki pemimpin-pemimpin tangguh, pejuang yang mempertahankan rakyat dan pejuang keadilan yang dengan berani melawan kolonisasi dan dominasi oleh bangsa lain.

Dari Indonesia Timur, sejarah mencatat perjuangan Sultan Hasanuddin. Selama masa pemerintahannya, Sultan Hasanuddin berhasil menggagalkan rencana Belanda untuk menguasai Kesultanan Gowa. Sultan Hasanuddin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil melawan penjajah kolonial.

Kadang-kadang, seiring berjalannya waktu, kita cenderung melupakan kisah-kisah para pendahulu kita. Kadang-kadang kita lupa sejarah kita dan mempertanyakan identitas kita sendiri.

Dari Indonesia Timur, sejarah mencatat perjuangan Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin lahir di Makassar pada tahun 1631. Ia adalah putra kedua Sultan Malikussaid. Ia juga dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda karena keberaniannya, yang berarti Ayam Jago dari Timur.

Sejak kecil, sudah terlihat bahwa ia memiliki jiwa seorang pemimpin. Selain pintar, ia juga pandai dalam berdagang. Maka dari itu, ia memiliki jaringan perdagangan yang luas. Ia juga sering diundang oleh ayahnya untuk menghadiri pertemuan penting dengan harapan agar ia terbiasa dengan pengetahuan dan seni diplomasi serta peperangan. Ayahnya beberapa kali mempercayakan kepadanya untuk menjadi duta yang mengirim pesan ke berbagai kerajaan.

Ketika ia baru berusia 21 tahun, Hasanuddin diangkat sebagai menteri pertahanan Gowa. Setelah menjadi Raja, Sultan Hasanuddin menciptakan beberapa masalah bagi Belanda. Keteguhan hati Sultan Hasanuddin terlihat dalam penolakannya yang teguh terhadap monopoli perdagangan VOC.

Selama pemerintahannya, Sultan Hasanuddin berhasil menggagalkan rencana Belanda untuk menguasai Kesultanan Gowa. Sultan Hasanuddin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Gowa melawan kekuatan kolonial. Hal ini mengganggu rencana Belanda untuk memonopoli perdagangan di Indonesia Timur. Sultan Hasanuddin mengingat dan menegakkan prinsip-prinsip leluhurnya bahwa ia harus menggunakan sumber daya dan laut untuk menjamin kemakmuran rakyat.

Selama pemerintahannya, Kesultanan Gowa memiliki peran penting dalam aktivitas perdagangan di seluruh Nusantara, terutama Nusantara Timur. Ekonomi Gowa saat itu bergantung pada perdagangan laut. Kesultanan tersebut menjadi pusat perdagangan Nusantara dan komunitas internasional seperti Portugis, Inggris, dan Denmark.

Melihat kemajuan tersebut, Belanda tertarik untuk menguasai Kesultanan. Hal ini akhirnya memicu pertikaian antara Sultan Hasanuddin dan pasukan Belanda.

Pertikaian ini kemudian menyebabkan perang di sekitar Sulawesi Selatan. Pada tahun 1667, perang berakhir dengan perjanjian Bongaya. Namun, perjanjian ini menghasilkan beberapa keputusan yang merugikan Sultan Hasanuddin dan rakyatnya.

Perjanjian memungkinkan VOC memaksa Gowa-Tallo untuk menerima hak monopoli dalam perdagangan di Nusantara Timur. Semua bangsa barat harus meninggalkan Gowa kecuali Belanda, dan Gowa diwajibkan membayar perang reparasi.

Sultan Hasanuddin melawan kembali dalam tahun-tahun berikutnya, namun tidak ada hasil yang memuaskan yang tercapai, dan VOC terus mendominasi Makassar. Dikatakan bahwa alasan utama kejatuhan Gowa-Tallo adalah perjanjian tersebut, terutama setelah Sultan Hasanuddin meninggal pada tahun 1670.

Source link

RELATED ARTICLES

Berita populer