Dalam suatu pernyataan, Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Edy Wuryanto menyatakan bahwa ia memahami bahwa topik reproduksi akan menjadi pembicaraan hangat. Bagi masyarakat, pembicaraan mengenai reproduksi masih dianggap sebagai topik tabu. Namun, menurut Edy, hal ini perlu dihadapi dengan lebih mendalam.
“Jika kita melihat ke dalam diri sendiri, apakah orang tua pernah membicarakan kesehatan reproduksi atau seksualitas kepada anak-anak mereka? Begitu pula dengan anak-anak, apakah mereka pernah membicarakan hal ini? Jarang sekali. Akibatnya, anak-anak dapat menerima informasi dari sumber yang salah,” ujarnya dalam sebuah pernyataan tertulis pada Rabu (6/5/2024).
Politisi dari PDI Perjuangan tersebut menyatakan bahwa kurangnya informasi atau pendidikan mengenai reproduksi dapat menyebabkan peningkatan perilaku seks bebas.
“Anak yang penasaran kemudian bisa mencoba-coba,” katanya.
Seks bebas juga dapat membuka pintu menuju pernikahan dini. Masalah selanjutnya adalah risiko stunting pada pasangan yang belum cukup usia.
“Saya melihat bahwa Pasal 103 ini telah memiliki alur yang tepat,” kata Edy.
Legislator dari Dapil Jawa Tengah III ini menjelaskan bahwa Pasal tersebut terdiri dari lima ayat yang mengikuti tahapan yang runtut.
Pada ayat pertama disebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi untuk usia sekolah dan remaja pertama kali dilakukan melalui pemberian edukasi dan informasi. Sementara pada ayat kedua, diatur informasi yang harus diberikan, di antaranya adalah menjaga kesehatan reproduksi dan mengenali risiko perilaku seksual. Ayat ketiga menjelaskan cara memberikan edukasi kesehatan reproduksi melalui berbagai materi dan kegiatan di luar sekolah.
Selanjutnya, ayat keempat berisi panduan pelayanan kesehatan reproduksi untuk usia sekolah dan remaja, termasuk dalam hal konseling dan penyediaan alat kontrasepsi.
“Penyediaan ini tidak berarti membagikannya secara cuma-cuma. Ada tahapan dan syarat yang harus dipenuhi. Seolah-olah Pasal ini melegalkan seks bebas,” ungkap Edy.
Terakhir, pada ayat kelima dijelaskan bahwa konseling harus dilakukan oleh tenaga yang kompeten sesuai dengan kewenangannya dan menjaga kerahasiaan.
Meskipun demikian, sebagai perwakilan dari fraksi yang berada di komisi yang menaungi sektor kesehatan, Edy berjanji akan membahas Pasal ini lebih lanjut.
“Agar semuanya lebih jelas dan terhindar dari kesalahpahaman, perlu untuk melihat aturan turunannya dan penerapannya,” pungkasnya.