Penyusunan RPerpres PARD melibatkan lebih dari 16 kementerian lembaga. Regulasi ini diharapkan menjadi acuan bagi para pemangku kebijakan dalam menurunkan angka kekerasan online dan meningkatkan kolaborasi lintas sektor.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) berharap semua regulasi yang sedang disusun dapat segera disahkan dan diimplementasikan, demi menciptakan dunia digital yang lebih aman dan ramah bagi anak-anak Indonesia.
Sementara itu, Program Manager ECPAT Indonesia, Andy Ardian mengatakan, Indonesia diduga telah menjadi lokasi penyimpanan konten pornografi anak. Hal ini merupakan hasil penelitian dari perusahaan teknologi Apple bekerja sama dengan Internet Watch Foundation (IWF) yang berbasis di United Kingdom (UK), sebuah portal pelaporan konten pornografi anak di internet.
Portal ini menerima laporan dari pengguna internet yang menemukan konten seksual anak, dan hasilnya menunjukkan 897 aduan masuk, dengan 204 di antaranya terbukti berisi materi kekerasan seksual anak.
“Laporan ini menunjukkan bahwa di Indonesia banyak yang memiliki layanan situs web khusus menyimpan konten-konten pornografi anak. Jumlahnya ada 11 laporan hosting web. Ini sangat meresahkan bagi masyarakat,” ujar Andy.
“Hal ini perlu menjadi perhatian serius dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) supaya Indonesia itu tidak menjadi tempat penyimpanan konten pornografi anak dan dapat mengambil tindakan signifikan untuk menanganinya,” imbuhnya.
Kolaborasi antara Kominfo dan aparat penegak hukum diperlukan untuk memproses konten secara digital. Menggunakan data coding untuk membantu interpol menghapus konten dari platform digital secara otomatis.
“Meskipun upaya ini masih dalam tahap usulan di RPerpres Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Daring, harapannya bisa terwujud untuk membantu memerangi konten pornografi anak secara lebih efektif,” tutup Andy.