KABARDPR.COM, JAKARTA- Kepercayaan publik terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pandeglang kini berada di titik nadir. Proses perekrutan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang penuh dengan kejanggalan dan terkesan mementingkan peserta dari kalangan tertentu serta keluarga menimbulkan kekecewaan mendalam di masyarakat. Narasi yang berkembang di masyarakat, menyebut PPK sebagai “Panti Penitipan Keluarga” dan PPS sebagai “Panti Penitipan Sanaksodara,” semakin mempertegas krisis kepercayaan ini.
Salah satu kasus yang paling mencolok adalah lolosnya seorang peserta dengan nilai tes CAT (Computer Assisted Test) nol menjadi anggota PPS. Lebih mengejutkan lagi adalah pernyataan Ketua KPU Pandeglang bahwa nilai CAT tidak diakumulasikan dengan nilai wawancara, yang menambah kecurigaan publik.
”Padahal, secara logis dan etis, hasil CAT seharusnya menjadi tolak ukur utama untuk meloloskan peserta ke tahap wawancara, mengingat materi tes CAT yang sangat relevan dengan kompetensi yang dibutuhkan,” Ungkap Iding Gunandi Turtusi, salah satu pemuda pemerhati Publik. Minggu 26 Mei 2024
Menurut Iding Gunadi Turtusi, seorang intelektual publik, kejadian ini memiliki dampak serius terhadap integritas KPU Pandeglang.
“Hilangnya kepercayaan publik terhadap netralitas dan profesionalisme KPU sangat meresahkan. Ketika lembaga yang seharusnya menjadi pilar demokrasi ini dianggap tidak adil dan tidak transparan, legitimasi hasil pemilu menjadi dipertanyakan. Ini bisa berpotensi menurunkan partisipasi masyarakat dalam pemilu karena apatisme dan ketidakpercayaan terhadap proses demokrasi,” ujar Iding GT
Lebih lanjut, Iding Gunadi Turtusi mengungkapkan kekhawatiran bahwa keberadaan “titipan-titipan Ordal” dalam proses perekrutan menimbulkan potensi politisasi dalam pelaksanaan pemilu. Ketidaknetralan penyelenggara pemilu dapat membuka peluang untuk berpihak kepada salah satu calon, yang jelas bertentangan dengan prinsip demokrasi yang jujur dan adil.
”Tentunya ini akan berdampak jangka panjang dari krisis kepercayaan ini. “Ketika kepercayaan publik hilang, bukan hanya KPU yang dirugikan, tetapi juga seluruh proses demokrasi. Masyarakat akan menjadi apatis, partisipasi pemilih menurun, dan hasil pemilu tidak lagi mencerminkan kehendak rakyat yang sebenarnya. Ini adalah ancaman serius bagi kelangsungan demokrasi di Pandeglang,” jelasnya.
Hilangnya kepercayaan publik terhadap KPU Pandeglang adalah tanda bahwa ada permasalahan mendasar yang perlu segera diperbaiki. Transparansi, akuntabilitas, dan netralitas harus dikembalikan untuk memastikan bahwa proses pemilihan berjalan dengan jujur dan adil. Dengan menjaga integritas dan netralitas, diharapkan demokrasi di Pandeglang tetap terjaga dan masyarakat bisa kembali percaya pada proses pemilihan yang seharusnya menjadi representasi kehendak rakyat. (Ki)