Saturday, September 21, 2024
HomeprabowoDasar Pembangunan #1: Perekonomian untuk Rakyat Indonesia (Hanya 1% Orang Indonesia yang...

Dasar Pembangunan #1: Perekonomian untuk Rakyat Indonesia (Hanya 1% Orang Indonesia yang Menikmati Kemerdekaan)

Hanya 1% Orang Indonesia Menikmati Kemerdekaan

Terkait dengan tantangan utama yang dihadapi oleh ekonomi kita, yaitu aliran kekayaan Indonesia ke luar negeri, kita dapat menggambarkannya sebagai ketidakadilan ekonomi. Ketidakadilan ekonomi ini menyebabkan banyak rakyat kita masih hidup dalam kemiskinan dan kesulitan.

Menurut data BPS, rasio gini pendapatan warga Indonesia pada tahun 2020 adalah 0,38. 1% orang terkaya mendapatkan 38% pendapatan di Indonesia. Menurut riset lembaga keuangan Credit Suisse, pada tahun 2021 angka rasio gini kekayaan warga Indonesia mencapai 0,36. 1% orang terkaya menguasai 36% kekayaan.

Rasio 0,36 menunjukkan ketimpangan kekayaan yang besar dan berbahaya. Ketidakadilan ekonomi ini jika dipicu dengan tepat dapat memicu konflik sosial, kerusuhan, dan perang saudara yang berkepanjangan.

Ketidakadilan Ekonomi Sudah Terlalu Parah

Rasio gini, atau rasio gini, adalah indikator utama kesenjangan kekayaan di suatu negara. Angka rasio gini kekayaan 0,36 berarti 1% dari populasi terkaya di Indonesia memiliki 36% kekayaan Indonesia.

Jika populasi Indonesia berjumlah 270 juta jiwa, itu berarti 36% kekayaan Indonesia dimiliki oleh 2,7 juta orang saja. Sementara 64% sisanya dibagi antara 267,3 juta jiwa.

Bahkan, baru-baru ini ada yang menghitung bahwa harta kekayaan dari empat orang terkaya di Indonesia ternyata lebih besar dari harta 100 juta orang termiskin di Indonesia.

Rasio gini untuk kepemilikan tanah lebih mengkhawatirkan lagi. Kekhawatiran ini lebih besar karena kepemilikan tanah dianggap sebagai kekayaan yang hakiki.

Data yang diungkapkan oleh Menteri ATR/BPN pada tahun 2020, menunjukkan bahwa rasio gini kepemilikan tanah kita pada tahun 2020 mencapai 0,67. Artinya, 1% populasi terkaya di Indonesia, 2,6 juta orang, memiliki 67% tanah Indonesia.

Ekonomi IndonesiaJakarta Sentris

Selain rasio gini, salah satu indikator kesenjangan ekonomi di Indonesia adalah data lokasi kegiatan ekonomi atau perputaran uang di dalam negeri.

Besar ekonomi Indonesia atau PDB pada tahun 2020 adalah USD 1.058 miliar, atau sekitar Rp. 15.300 triliun jika menggunakan kurs satu dollar setara Rp. 14.500.

Sekitar 70% dari perputaran ekonomi sebesar Rp. 15.300 triliun berputar di Jakarta. Sebagian besar sisanya berputar di kota-kota besar lainnya seperti Surabaya, Medan, dan Semarang. Hanya sedikit yang beredar di desa-desa di seluruh Indonesia, dan itu pun banyak terkonsentrasi di pulau Jawa.

Konsentrasi ekonomi di Jakarta dan pulau Jawa ini berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat Indonesia. Infrastruktur seperti jalan raya, kereta, dan listrik tidak tersedia dengan baik di pedesaan dan di luar Jawa.

Bahkan, di kampung halaman saya, di Sulawesi Utara, mati listrik selama 6-12 jam masih menjadi hal yang lumrah pada tahun 2019.

Namun yang lebih perlu diperhatikan dan perlu diselesaikan dengan cepat adalah masalah gizi. Di NTT, dua dari tiga anak mengalami stunting atau gagal tumbuh akibat malnutrisi. Di Jakarta, angka malnutrisi mencapai 1 dari 3 anak. Ini merupakan fakta yang menyesakkan di tengah banyaknya gedung pencakar langit dan hotel mewah.

Sejarah Mengajarkan, Ketimpangan Bisa Picu Konflik Sosial

Saat ini, lebih dari 76% populasi Indonesia memiliki akses internet. Karena banyak dari 1% populasi kaya Indonesia yang menampilkan kekayaannya di media sosial, lebih dari 3/4 populasi kita bisa melihat dengan jelas ketimpangan kekayaan yang terjadi di Indonesia.

Ketika masih banyak rakyat yang susah makan, susah hidup layak, bahkan digusur dari rumahnya sendiri, rakyat bisa melihat dengan mudah bahwa ada kelompok kecil di Indonesia yang hidup mewah dan berlebih.

Berkaitan dengan ketimpangan, ada kutipan dari buku tulisan Niall Ferguson, berjudul The Great Degeneration. Dalam buku ini, Niall mewawancarai seribu pelaku ekonomi, CEO dari perusahaan-perusahaan besar di dunia. Kepada mereka, dia bertanya, “Apa ancaman terhadap ekonomi dunia, terutama negara berkembang?”

Mereka, seribu pelaku ekonomi, menjawab:
Inflasi
Pecahnya investasi aset
Korupsi
Radikalisasi
Bencana alam
Pandemi penyakit
Sebagai contoh, kita bisa lihat sekarang, dengan instabilitas politik, pertumbuhan ekonomi Myanmar dan Afghanistan tersendat. Jika ada ketidakjelasan politik, sistem ekonomi tidak berjalan dengan baik.

Niall Ferguson ini seorang ahli sejarah. Selain menanyakan pandangan para pelaku ekonomi, dia juga menanyakan pandangan para ahli sejarah.

Para ahli sejarah yang ia wawancarai mengatakan:
“Jika semua yang dikatakan tadi ada, ditambah lagi bahwa jumlah penduduk sebagian besar suatu negara adalah orang muda antara 18 sampai 30 tahun, dan jika harga pangan naik, ancamannya adalah revolusi, huru-hara, perang saudara.”

Niall mencatat, “ini sedang terjadi di Timur Tengah.” Menurutnya apa yang disebut sebagai Arab Spring itu terjadi karena ada hal-hal ini. Instabilitas terjadi di Timur Tengah adalah akibat daripada ada faktor-faktor itu semua.

Menurut saya, kita harus bertanya kepada diri kita: Apakah semua faktor ini ada di Indonesia saat ini?

Sekarang, jika saja di setiap desa ada 10 anak putus sekolah, yang usianya antara 15 sampai 22 tahun. Dan kita punya 80.000 desa. Sepuluh kali 80.000, artinya ada 800.000 pemuda yang tidak mengerti apa yang harus mereka lakukan. Mereka memiliki harapan dan cita-cita, dan jika mereka hidup tanpa harapan, ini sangat berbahaya. Mereka bisa disalahgunakan oleh orang-orang yang memiliki maksud yang tidak baik.

Inilah sebabnya, mengapa saya katakan kita harus waspada. Sejarah mengajarkan kepada kita bahwa huru-hara, revolusi, dan perang saudara dapat dipicu oleh tujuh hal:
Inflasi
Kenaikan harga pangan
Ledakan penduduk
Pengangguran meningkat
Disparitas penghasilan
Radikalisme ideologi
Korupsi
Hampir semuanya sudah ada di Indonesia sekarang. Karena rasio gini kita sekarang adalah 0,36, jika ada pemicu yang tepat, Indonesia bisa terjerumus dalam huru-hara, revolusi, dan perang saudara yang berkepanjangan.

Kita harus waspada.
Sumber: https://prabowosubianto.com/fondasi-pembangunan-1-ekonomi-untuk-rakyat-indonesia-hanya-1-orang-indonesia-menikmati-kemerdekaan/

Source link

RELATED ARTICLES

Berita populer