Oleh Prabowo Subianto [diambil dari Buku 1 Kepemimpinan Militer: catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto
Dalam waktu yang tidak lama lagi, Indonesia akan mencapai usia 100 tahun proklamasi kemerdekaan di tahun 2045. Pemerintahan Presiden Joko Widodo telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang mencita-citakan tercapainya “Indonesia Emas” di atau sebelum tahun 2045.
Menuju Negara Maju dan Makmur
Bagi saya paradox yang dialami negara kita saat ini adalah masalah kepemimpinan, masalah kearifan, masalah kehendak untuk mengambil keputusan-keputusan politik yang tepat. Saya sangat optimistis, jika elit Indonesia yang mendapatkan kepercayaan untuk memimpin melalui proses demokrasi punya jiwa kepemimpinan, kearifan, dan kehendak, maka tidak butuh waktu yang lama untuk menjadikan Paradoks Indonesia bagian sejarah bangsa kita. Kita tidak boleh diam dan menerima dicap sebagai bangsa pengalah. Kita harus jadi bangsa pemenang. Kita tidak boleh hanya puas dikenal sebagai bangsa pembeli. Kita harus jadi bangsa pembuat. Bukan takdir bangsa Indonesia jadi bangsa yang lemah, tetapi bangsa yang kuat, bangsa yang terhormat. Namun, dalam perjuangan memperkuat ekonomi negara dan rakyat Indonesia, kita harus hati-hati. Kita harus bijak, dan harus arif. Saya, dan saudara semua yang seperjuangan dengan saya, tidak boleh umbar janji ke rakyat dengan rumus-rumus yang terlalu sederhana. Saya punya sikap dasar. Setiap masalah harus saya kaji dengan lengkap, saya teliti dengan baik, dan saya nilai dari segi kepentingan nasional bangsa Indonesia. Lalu, saya punya prinsip, saya tidak mau mencari kesalahan orang lain. Penting saya utarakan sekarang, sebelum saudara mulai membaca apa-apa saja yang menjadi pokok buku ini. Biarkanlah yang lalu, berlalu. Buku ini utamanya adalah tentang masa depan kita. Masa depan bangsa Indonesia. Buku ini bukan tentang masa lalu. Tugas kita bukanlah untuk menyalahkan mereka yang sudah purnatugas. Inilah yang saudara akan temukan di buku ini. Biarlah yang sudah lalu menjadi pelajaran untuk kita menentukan gagasan haluan negara kita ke depan. Banyak negara-negara lain yang sekarang menjadi negara maju juga pernah melakukan kesalahan-kesalahan di masa lalu. Yang membedakan negara maju dengan negara yang tidak maju adalah kemampuan untuk mengakui kesalahan, dan belajar dari kesalahan. Hal ini juga bisa kita lihat dalam sejarah Tiongkok. Mereka pernah punya kebijakan ekonomi yang keliru, kebijakan Great Leap Forward atau Lompatan Besar ke Depan oleh Mao Zedong yang justru menghasilkan kelaparan dan menyengsarakan banyak rakyatnya. Kita bisa belajar dari kisah Den Xiaoping. Dia merupakan seorang pemimpin revolusi dalam Partai Komunis Tiongkok yang menjadi pemimpin tertinggi Republik Rakyat Tiongkok sejak tahun 1970-an sampai dengan awal tahun 1990-an. Den Xiaoping merevisi kebijakan-kebijakan ekonomi Mao Zedong dan memimpin kebangkitan Tiongkok. Strateginya membuat Tiongkok menjadi super power dunia. Yang saya kagum dari beliau adalah semangat pantang menyerahnya. Terlepas dengan ideologi yang berbeda dari Indonesia, tetapi harus diakui bahwa pribadi Deng Xiaoping harus kita hargai. Dirinya berkali-kali difitnah dan dipenjara, namun tetap bersemangat memajukan negaranya dan tidak menyalahkan pendahulunya.
Indikator Negara Maju dan Makmur
Lantas apa saja indikator kemajuan dan kemakmuran yang harus dicapai untuk kita bisa berhasil jadi negara maju dan makmur? Presiden Jokowi dan Menteri Bappenas bulan Juni 2023 lalu menjabarkannya dengan detail dalam Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Dalam RPJPN Indonesia Emas ada 5 indikator yang harus kita capai pada tahun, atau sebelum tahun 2045: 1. Pendapatan per kapita setara negara maju. 2. Kemiskinan menuju 0% dan ketimpangan berkurang. 3. Kepemimpinan dan pengaruh dunia internasional meningkat. 4. Daya saing sumber daya manusia meningkat. 5. Intensitas Gas Rumah Kaca (GRK) menurun menuju Net Zero Emissions (nol emisi GRK). Saya sepakat sepenuhnya dengan 5 target yang telah disusun ini. Menurut saya inilah sasaran yang harus kita tuju. Seluruh energi, pemikiran, dan sumber daya bangsa Indonesia harus kita arahkan untuk mencapai 5 target ini.
Syarat Mencapai Maju dan Makmur
Saudara, kalau saudara hanya bisa mengambil satu hal dari buku ini, berikut adalah hal tersebut. Kita sebagai bangsa harus segera capai pertumbuhan ekonomi agresif, atau pertumbuhan di atas angka 6-7% bahkan setelahnya pertumbuhan 10% secara berkelanjutan. Kenapa? Karena hanya dengan pertumbuhan dua digit selama 10 tahun berturut-turut, yang diawali dengan pertumbuhan rata-rata 6-7% selama 5 tahun, Indonesia bisa keluar dari suatu kondisi yang dinamakan middle income trap. Middle income trap, atau perangkap negara menengah adalah kondisi dimana suatu negara menengah akan terus menjadi negara menengah. Ini dilihat dari angka produk domestik bruto dibagi dengan jumlah populasi, atau PDB per kapita. Di tahun 2020, angka PDB per kapita kita adalah USD 3.8692. PDB per kapita di angka USD 3.869 artinya pendapatan per bulan hanya USD 322, sekitar Rp. 4,5 juta. Untuk ‘naik kelas’ jadi negara berpenghasilan atas, PDB per kapita kita harus mencapai angka USD 13.000. Artinya, pendapatan per bulan rata-rata rakyat Indonesia harus naik ke USD 1.083 per bulan, sekitar Rp. 14 juta. 2 Bank Dunia, 2021 (Data 2020) Jika pertumbuhan ekonomi kita hanya di kisaran 4% atau 5%, sulit bagi kita untuk berhasil naik kelas. Ibarat badan, jika pertumbuhan kita tidak di atas angka 10% artinya kita tidak berhasil tumbuh menjadi orang dewasa yang kuat dan dapat bersaing dengan negara-negara maju. Ini adalah persoalan pokok yang harus kita sadari sebagai bangsa. Kita tidak boleh puas dengan pertumbuhan ekonomi 5% karena sama saja kita berjalan di tempat. Tidak bisa kita berbangga jika negara kita tidak keluar dari perangkap negara menengah, dari middle income trap. Negara lain yang sudah maju boleh saja tumbuh di bawah 5%. Indonesia tidak bisa. Kita masih punya pekerjaan besar: Kita harus segera lepas landas mengejar kemajuan. Kita tidak boleh berpuas diri berjalan di tempat. Sebagai perbandingan PDB per kapita Malaysia sudah USD 10.401 – rakyat Malaysia rata-rata punya pendapatan USD 866 per bulan, sekitar Rp. 12 juta per bulan. PDB per kapita Singapura sudah USD 59.797 – rakyat Singapura rata-rata punya pendapatan USD 4.983 per bulan, sekitar Rp. 69 juta per bulan.
Source link