Wednesday, December 11, 2024
HomeBeritaTindakan Pencurian Saham di Blue Bird Telah Terbukti Sejak Tahun 1994

Tindakan Pencurian Saham di Blue Bird Telah Terbukti Sejak Tahun 1994

Mintarsih, pelapor kasus penggelapan saham di PT Blue Bird yang diduga dilakukan oleh Purnomo Prawiro dkk, sedang menunggu proses hukum yang sedang berjalan di Bareskrim Polri.

Menurut Mintarsih, pada tahun 1971, 4 keluarga mendirikan taksi Blue Bird dengan 100 armada yang berkembang dengan pesat. Namun demikian, monopoli yang sudah direncanakan oleh pemerintah ternyata dapat dipatahkan.

“Dugaan pemaksaan jual saham dimulai ketika keluarga Teguh Budiwan menjual sahamnya pada tahun 1983, disusul dengan keluarga Jusuf Ilham pada tahun 1991. Akhirnya tersisa 2 keluarga yaitu keluarga Surjo Wibowo dan keluarga ibu Djokosoetono termasuk Chandra, Mintarsih, dan Purnomo,” ujar Mintarsih kepada wartawan di Jakarta, Kamis (14/12/2023).

Lalu, Chandra dan Purnomo berkonflik fisik dan harta terhadap para pemegang saham yang tersisa.

Dalam penelusuran oleh wartawan, ditemukan fakta bahwa Kresna Priawan, yaitu putra dari Chandra, melakukan penggelapan saham Mintarsih di anak perusahaan Blue Bird yang tidak berhasil didamaikan. Pada akhirnya, Mintarsih menggugat dan Pengadilan memutuskan bahwa saham Mintarsih harus dikembalikan.

Selain itu, Purnomo pernah ditahan di Polsek dan Polres saat remaja karena terlibat insiden kekerasan fisik terhadap istri dari almarhum Surjo Wibowo. Tindakan kekerasan ini dilakukan Purnomo bersama putri pertamanya, yaitu Sri Ayati Purnomo dan istri.

Selanjutnya, 40 hari setelah Ibunda Djokosoetono meninggal, Purnomo membentuk tim untuk menculik Mintarsih. Hal ini memaksa Mintarsih mengundurkan diri dari perseroan komanditer yang memiliki saham terbesar di Blue Bird.

Meski tidak ada tanda tangan pelepasan saham Blue Bird, ternyata harta beralih ke Purnomo dan Chandra melalui Akta Notaris yang baru terungkap setelah 12 tahun.

30 hari kemudian, Chandra dan Purnomo meminta dibuatkan Akta otentik berupa pembagian harta peninggalan tanpa kehadiran Mintarsih. Namun, akta tersebut berhasil dibatalkan.

Selanjutnya, putri dari Purnomo, Sri Adriyani Lestari, merekomendasikan adanya sita jaminan tanah Mintarsih ke BPN, tanpa adanya putusan pengadilan yang mendasarinya.

Pelaporan Mintarsih Abdul Latief ke Bareskrim Mabes Polri adalah sebuah perjuangan untuk mendapatkan keadilan atas perampasan hak Mintarsih di Blue Bird yang mempengaruhi perbaikan dunia usaha agar tetap kondusif.

“Dalam perjalanan menunggu proses pidana di Mabes Polri terkait penghilangan saham saya, pihak Blue Bird yaitu Andre dan Bayu melakukan somasi Putusan MA tahun 2016 yang sebenarnya tidak tercantum di putusan MA tersebut,” pungkas Mintarsih.

BACA JUGA: Sebut Penghargaan Ghibah, ACI Heran Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat

Kasus penghilangan saham di Blue Bird sebelumnya telah menjadi sorotan para pakar hukum, antara lain Profesor Mudzakkir dari Universitas Islam Indonesia (UII), Profesor Wila Chandra Wila Supriadi, dan Profesor Hibnu Nugroho.

Profesor Dr. Wila Chandrawila Supriadi SH menyatakan bahwa saham tidak akan hilang dengan sendirinya jika seseorang mengundurkan diri dari sebuah perusahaan, karena ada aturan baku yang mengaturnya. “Pengalihan saham itu harus melalui notaris, melalui RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), dan jika terbukti ada pengalihan saham yang tidak diketahui pemilik saham asli maka itu tindak pidana,” ujar Profesor Wila.

Di dalam Kitab Undang-Undang Perdata di buku 2 juga mengatur tentang hal tersebut. Saham itu adalah hak kepemilikan dalam bentuk hak. Jika ada penjualan saham, maka harus ada notaris dan RUPS. Tanpa adanya notaris, tidak sah penjualan saham. Jika notaris terlibat dalam pemalsuan, itu adalah urusan pidana, ungkap Profesor Wila Chandrawila Supriadi.

Sebelumnya, Mintarsih Abdul Latief telah melaporkan kasus ini ke Bareskrim Mabes Polri pada tanggal 2 Agustus 2023 dengan terlapor adalah Purnomo Prawiro dkk. Mintarsih melaporkan bahwa Purnomo Prawiro, Chandra Suharto, Gunawan Surjo Wibowo, Sri Ayati Purnomo, Sri Adriyani Lestari, Adrianto Djokosoetono, Kresna Priawan, Sigit Priawan, Bayu Priawan, Sigit Priawan, dan Indra Priawan.

RELATED ARTICLES

Berita populer